PEMANASAN GLOBAL - FAKTA-FAKTA PERUBAHAN LINGKUNGAN
Apakah
Kalian menyadari bahwa lingkungan sekitar Kalian telah banyak berubah? Suhu
udara yang tak lagi sejuk, musim kemarau dan musim hujan yang lamanya tidak
selalu sama dari tahun ke tahun, daerah yang tidak biasanya terkena banjir,
kini terdampak banjir, dan banyak perubahan lainnya. Perubahan lingkungan yang
Kalian rasakan saat ini adalah gejala yang menunjukkan bahwa Bumi ini tidak
sedang baik-baik saja. Apa yang menyebabkannya? Bagaimana proses perubahannya
hingga Kalian dapat merasakan dampaknya saat ini? Sebagai pelajar, apa yang
bias Kalian lakukan untuk berpartisipasi secara aktif dalam menanggulangi
dampak kerusakan Bumi? Kalian akan mendapatkan jawabannya pada materi ini.
8.1.
Fakta-Fakta Perubahan Lingkungan
Pemanasan Global: Peningkatan Suhu Permukaan Bumi
Gambar 8.2. Grafik perubahan suhu permukaan global relatif terhadap suhu rata-rata 1951-1980. Sumber: climate.nasa.gov/NASA (2020)
Pemanasan global, tentu Kalian
sudah tidak asing lagi dengan istilah tersebut bukan? Pemanasan global
merupakan gejala peningkatan rata-rata suhu permukaan Bumi. Berdasarkan
analisis data yang dihimpun oleh para ilmuwan di Institut Goddard NASA untuk
Studi Luar Angkasa (GISS) yang ditunjukkan pada Gambar 8.2, Bumi telah
mengalami peningkatan suhu global rata-rata lebih dari 1 oC sejak 1880. Badan Meteorologi Dunia (WMO)
memprediksi kenaikan suhu udara hingga 1,5 oC
pada 2024. Apa buktinya bahwa telah terjadi pemanasan global? Mari telusuri fakta-fakta
berikut ini.
1. Peningkatan
Suhu Permukaan Air Laut
Berdasarkan data yang dirilis badan Pengamat kondisi samudera dan atmosfer Amerika NOAA, suhu samudra secara global mengalami peningkatan sebesar 0,02 oC pada Agustus 2019. Permukaan laut mencapai suhu tertingginya sepanjang sejarah pada 2019. Suhu air laut meningkat dua sampai tiga derajat Celcius dibandingkan dengan tiga sampai lima juta tahun sebelumnya. Ekosistem laut merupakan eksosistem yang paling sensitif terhadap peningkatan suhu. Pemanasan ini terjadi hingga kedalaman 700 meter dari permukaan laut. Berdasarkan pembagian zona lautan, wilayah kedalaman tersebut merupakan wilayah yang paling tinggi keanekaragaman hayatinya.
Gambar 8.3. Makhluk Hidup yang Bergantung pada Suhu Permukaan Air Laut . Sumber: (a) Republika.co.id/Aji Setyawan (b) Antarctica.gov.au/Stephen Brookes (c) Worldwildlife.org/Antonio Busiello,
Beberapa spesies
memiliki siklus hidup dan proses reproduksi yang dipengaruhi oleh suhu.
Contohnya adalah udang Krill. Udang ini bereproduksi dalam jumlah yang sedikit
jika suhu perairan meningkat. Begitu pula penyu, jenis kelamin anakan penyu
dipengaruhi suhu. Jika suhu perairan hangat maka anakan penyu dominan betina
sedangkan jika perairan dingin maka anakan penyu dominan jantan. Dengan
demikian peningkatan suhu dapat mempengaruhi populasi organisme laut dan bahkan
dapat pula meneybabkan kepunahan. Selain itu pula, peningkatan suhu berpengaruh
pada penyebaran spesies dan juga penyakit laut. Pada wilayah tertentu bakteri
akan meningkat jumlahnya sehingga mengurangi kadar oksigen pada wilayah
tersebut. Hal ini mengakibatkan organisme lainnya bermigrasi ke tempat lainnya
dan bisa berujung pada kematian.
2. Menghilangnya Salju Abadi di Pegunungan Puncak
Jaya, Papua
Tahukah Kalian bahwa Indonesia
memiliki pegunungan es, seperti Puncak Everest di Himalaya? Satu-satunya tempat
di wilayah Indonesia yang diselimuti lapisan salju berada di Pegunungan Jaya
Wijaya, Papua. Salah satu puncak Pegunungan Jaya Wijaya yang terkenal adalah
Puncak Cartenz. Puncak Cartenz ini masuk ke dalam tujuh puncak tertinggi di dunia
(World Seven Submit) yang menjadi destinasi favorit para pendaki.
Gambar 8.4. Kondisi Gletser Es di PegunungannJaya Wijaya dari Juni 2010 hingga Maret 2018 Sumber: Jurnal NPAS (2019)
Kini, hamparan es
yang disebut-sebut sebagai salju abadi itu tak lagi abadi. Pada tahun 1850,
gletser memiliki luasan 19,3 km2. Pada tahun 2018, luasan gletser tersebut hanya
tersisa 0,5 km2. Proses pengurangan luas gletser tersebut seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 8.4. Peristiwa berkurangnya salju abadi dari
Pegunungan Jaya Wijaya ini menjadi salah satu gejala bahwa peningkatan suhu
global benar-benar terjadi, sebab gletser tropis sangat rentan atau sensitive terhadap
perubahan suhu.
Peristiwa mencairnya
es gletser Pegunungan Jaya Wijaya ini akan berdampak pada kuantitas dan
kualitas air pada daerah tersebut, seperti perubahan debit air, suhu air, dan
lain-lain. Perubahan kuantitas dan kualitas air tersebut dapat mengganggu
ekosistem air tawar.
3. Mencairnya Es di Kutub
Bumi ini memiliki
hamparan daratan yang berupa es. Sekitar 90% bagian hamparan daratan es berada
di Antartika, sedangkan 10% bagian sisanya berada di lapisan es Greenland. Es
Antartika dan Greenland memiliki peran sebagai penutup pelindung Bumi dan
lautan. Apabila dicitrakan dari luar angkasa, es Antartika dan Greenland nampak
seperti hamparan atau bintik berwarna putih cerah. Putih merupakan warna yang
dapat memantulkan gelombang atau panas dengan baik, sehingga fungsi hamparan putih
es tersebut adalah untuk
memantulkan kembali
panas berlebih menuju ke luar angkasa agar suhu bumi terjaga. Hal tersebut juga
menyebabkan kutub utara lebih dingin dibandingkan bagian Bumi lainnya, sehingga
hilangnya es di kutub dapat memperburuk kondisi peningkatan suhu permukaan
Bumi.
Gambar 8.5. Grafik luas es laut Arktik. Sumber: Geology.com/National Snow and Ice Data Center (2020)
Gambar 8.5
menunjukkan bahwa persentase penurunan rata-rata luas es per decade dalam
rentang waktu Januari 1979 hingga 2014 sebesar 3,2%. Bumi telah kehilangan sekitar
28 triliun ton antara tahun 1994 sampai dengan 2017. Jejak-jejak muka gletser tersebut
memberi gambaran informasi proses peningkatan suhu Bumi dari waktu ke waktu.
Perubahan kondisi
gletser es di kutub dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup mahkluk hidup yang
hidup di daerah tersebut. Makhluk hidup selalu berusaha melakukan adaptasi
terhadap perubahan kondisi habitatnya. Akan tetapi, tidak semua mahkluk hidup
dapat melakukan adaptasi terhadaepr ubpahan okndisi habitatnya.
Gambar 8.6. Beruang es. Sumber: Richard Bannet (2020)
Salah satu hewan yang tinggal di daerah kutub dan terdampak perubahan kondisi gletser es di kutub adalah beruang es. Beruang es terpaksa mencari makanan di daratan akibat es di atas lautan banyak yang telah mencair. Berkurangnya wilayah tempat berburu beruang es tentunya mempersempit peluang bertahan hidupnya beruang es sehingga menurunkan populasi hewan ini. Jika hal ini terus terjadi secara terus menerus maka beruang es bisa mengalami kepunahan.
4.
Kenaikan Permukaan Air Laut
Salah satu dampak
mencairnya es di kutub adalah kenaikan permukaan air laut, sebab air limpasan
pencairan es tentu akan bermuara di laut, dan meningkatkan ketinggian permukaan
air laut. Menurut data yang dirilis oleh NASA, kenaikan permukaan air laut
secara global meningkat sebesar 97 mm dengan rata-rata peningkatannya adalah
3,3 mm per tahun. Dampak peningkatan ketinggian permukaan air laut ini akan
sangat dirasakan bagi masyarakat Indonesia yang tinggal di pesisir laut.
Bencana banjir rob dan kenaikan permukaan air yang lebih tinggi saat terjadi
pasang akan sering terjadi.
5.
El Niño dan La Niña: Cuaca Ekstrem
Pada sekitar akhir bulan Oktober 2020, curah hujan di wilayah Indonesia begitu tinggi. Apa yang sedang terjadi di wilayah Indonesia saat itu? BMKG yang memprediksi peningkatan akumulasi curah hujan akibat fenomena La Niña terkait potensi curah hujan yang akan naik sebesar 20% sampai dengan 40%. Apa itu fenomena La Niña yang disebutkan oleh BMKG? Apa hubungannya dengan apa yang terjadi di Indonesia? Apa hubungannya peningkatan suhu permukaan laut dengan fenomena cuaca ekstrem di Indonesia? El Niño Southern Oscillation (ENSO) merupakan fenomena iklim dimana sirkulasi atmosfer global berubah akibat suhu perubahan suhu permukaan air laut. ENSO memiliki dua fase yang berlawanan dan satu fase tambahan, yaitu El Niñ, oLa Niña, dan Netral.
Peristiwa El Niño merupakan peristiwa meningkatnya suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian timur dan tengah di atas rata-rata normal suhu permukaan laut. Pengaruh peristiwa El Niño di wilayah Indonesia adalah curah hujan cenderung berkurang Sementara di Samudera Pasifik tropis, curah hujan meningkat. Angin permukaan tingkat rendah yang biasanya bertiup dari timur ke barat (angin timur) di sepanjang ekuator mengalami penyimpangan arah, sehingga angin bertiup dari arah barat ke timur (angin barat).
1)
La Niña
Gambar 8.8. Peristiwa La Niña di Indonesia. Sumber: Concernusa.org/NASA (2019)
Peristiwa La Niña merupakan peristiwa menurunkan suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian timur dan tengah di bawah rata-rata normal suhu permukaan laut. Pengaruh peristiwa La Niña di wilayah Indonesia adalah curah hujan cenderung meningkat Sementara di Samudera Pasifik tropis, curah hujan menurun. Angin timur laut yang normal di sepanjang ekuator menjadi lebih kuat.
1)
Netral
Gambar 8.9. Kondisi netral. Sumber: Spaceplace.nasa.gov/NASA (2019)
Kondisi netral ini bukan merupakan keadaan El Niño atau La Niña. Kondisi ini merupakan kondisi ketika suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis umumnya mendekati rata-rata. Fenomena El Niño dan La Niña ini berdampak pada makhluk hidup. Di sisi lain, pada daerah yang perubahan musim kemaraunya panjang, mengakibatkan intensitas kebakaran hutan meningkat. Hal ini dapat terjadi karena tumbuhan banyak yang kekeringan karena kekurangan air. Oleh karena itu, penurunan populasi tumbuhan akan terjadi dan bahkan dapat menimbulkan punahnya spesies tanaman.